Selasa, 17 Januari 2012

Anemia Gizi Besi

SEPUTAR ANEMIA GIZI BESI (AGB)
Menurut definisi, anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesa dan pemikiran fisik yang teliti, serta asi didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
Manifestasi klinik
            Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
(1) kecepatan timbulnya anemia
(2) umur individu
(3) mekanisme kompensasinya
(4) tingkat aktivitasnya
(5) keadaan penyakit yang mendasari, dan
(6) parahnya anemia tersebut.
                Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka  lebih sedikit O2 yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat.
Mekanisme kompensasi bekerja melalui:
(1) peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2
      ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah
(2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
(3) mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan,  dan
(4) redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ).
Etiologi
  1. Karena cacat sel darah merah (SDM)
         Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.
1. Karena kekurangan zat gizi
 Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor                                                                                                                        
   luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM   disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.
2. Karena perdarahan
       Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar  dan dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.
3. Karena otoimun
 Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.

Diagnosis (gejala atau tanda-tanda)
Tanda-tanda yang paling sering  dikaitkan dengan anemia adalah:
  1.  kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah
  2. sakit kepala, dan mudah marah
  3. tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
  4. pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.
Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
      
Klasifikasi anemia
                 Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga klasifikasi besar.
          Yang pertama adalah anemia normositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
          Kategori besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.
         Kategori anemia ke tiga adalah anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan
darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Anemia dapat juga diklasifikasikan  menurut etiologinya. Penyebab utama yang dipikirkan adalah
 (1) meningkatnya kehilangan sel darah merah dan
 (2) penurunan atau gangguan pembentukan sel.
 Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek
hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu adalah:
1. hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya anemia sel sabit                       
2. gangguan sintetis globin misalnya talasemia
3. gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter
4.defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase).
                Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus, artritis reumatorid dan infeksi  virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah –antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin.
Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia hemolitik berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium, pada keadaan ini terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel darah merah tidak teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan dari peredaran darah oleh limpa(Beutler, 1983)
           Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang hiperselular atau normal) dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan dan penghancuran sel darah merah. Luka bakar yang berat khususnya jika kapiler pecah dapat juga mengakibatkan hemolisis.
Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
(1) keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma; obat dan zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan
(2) penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi dan defiensi endokrin.
Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologis dan etiologi.
Anemia aplastik
                Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk disumsum tulang yang dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan  sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang menunjukkan suatu keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab. Namun pada beberapa keadaan tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik. Beberapa keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis.

Gejala-gejala anemia aplastik
Kompleks gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia. Gejala-gejala lain yang berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan sel darah putih.
Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan:
(1)ekimosis dan ptekie (perdarahan dalam kulit)
(2)epistaksis (perdarahan hidung)
(3)perdarahan saluran cerna
(4)perdarahan saluran kemih
(5)perdarahan susunan saraf pusat.
Defisiensi sel darah putih mengakibatkan lebih mudahnya terkena infeksi.
Aplasia berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah granulosit yang kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit yang kurang dari 20.000 dapat
mengakibatkan kematian dan infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahun- tahun. Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi sel lain merupakan penyebab utama kematian maka penting untuk mencegah perdarahan dan infeksi.
Pencegahan anemia aplastik dan terapi yang di lakukan
Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik. Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga menimbulkan eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia aplastik kronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan tranfusi darah yang periodik.
Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat kerusakan sel induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor yang cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang cocok). Pada kasus-kasus yang  dianggap terjadi reaksi imunologis maka digunakan globulin antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi untuk melawan sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam ini dianjurkan untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita yang tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.
Anemia defisiensi besi
                Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.
 Penyebab lain defisiensi besi adalah:
(1)asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka  sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja;
(2)gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi dan
(3)kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid.
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5 g besi,
bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga
sisanya disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan sebagai hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.
Patofisiologi anemia defisiensi besi
Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 - 20 mg besi, hanya sampai 5% - 10% (1 - 2 mg) yang sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada persediaan besi berkurang maka besi dari diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam lambung dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan.
Tanda dan gejala anemia pada penderita defisiensi besi
Setiap milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi kehilangan tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat, hal ini terjadi oleh karena volume darah ibu selama hamil meningkat, pembentukan plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang pada waktu melahirkan.
Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100 ml)mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas meningkat besi serum meningkat.
Pengobatan anemia pada penderita defisiensi besi
Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar anemia. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif
yang diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun modifikasi diet dapat menambah besi yang tersedia (misalnya hati, masih dibutuhkan suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi. Besi tersedia dalam bentuk parenteral dan oral. Sebagian penderita memberi respon yang baik terhadap senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat. Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif, sebab harganya mahal dan mempunyai insidens besar terjadi reaksi yang merugikan.
Anemia megaloblastik
            Anemia megaloblastik diklasifikasikan menurut morfologinya sebagai anemia makrositik normokrom.
Sebab-sebab atau gejala anemia megaloblastik
            Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan sintesis DNA terganggu. Defisiensi ini mungkin sekunder karena malnutrisi, malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik  (seperti terlihat pada anemia pernisiosa dan postgastrekomi) infestasi parasit, penyakit usus dan keganasan, serta agen kemoterapeutik. Individu dengan infeksi cacing pita (dengan Diphyllobothrium latum) akibat makan ikan segar yang terinfeksi, cacing pita berkompetisi dengan hospes dalam mendapatkan vitamin B12 dari makanan, yang mengakibatkan anemia megaloblastik (Beck, 1983).
                Walaupun anemia pernisiosa merupakan prototip dari anemia megaloblastik defisiensi folat lebih sering ditemukan dalam praktek klinik. Anemia megaloblastik sering kali terlihat pada orang tua dengan malnutrisi, pecandu alkoholatau pada remaja dan pada kehamilan dimana terjadi peningkatan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan fetus dan laktasi. Kebutuhan ini juga meningkat pada anemia hemolitik, keganasan dan hipertiroidisme. Penyakit celiac dan sariawan tropik juga menyebabkan malabsorpsi dan penggunaan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat juga mempengaruhi.
Pencegahan anemia pada penderita anemia megaloblastik
Kebutuhan minimal folat setiap hari kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari diet rata-rata. Sumber yang paling melimpah adalah daging merah (misalnya hati dan ginjal) dan sayuran berdaun hijau yang segar. Tetapi cara menyiapkan makanan yang benar
juga diperlukan untuk menjamin jumlah gizi yang adekuat. Misalnya 50% sampai 90% folat dapat hilang pada cara memasak yang memakai banyak air. Folat diabsorpsi
dari duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan  dalam hati. Tanpa adanya asupan folat persediaan folat biasanya akan habis
kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejala anemia yang sudah dijelaskan penderita anemia megaloblastik sekunder karena defisiensi folat dapat tampak seperti malnutrisi dan mengalami glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum juga menurun (<4 mg/ml).
Pengobatan anemia pada penderita anemia megaloblastik.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pengobatan bergantung pada identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalah memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau dengan vitamin B12. penderita kecanduan alkohol yang dirawat di rumah sakit sering memberi respon “spontan” bila di berikan diet seimbang.

Daftar Pustaka
 1.   Sadikin Muhamad, 2002, Biokimia Darah, widia medika, jakarta
 2.   http://www.majalah-farmacia.com
 3.   http://www.pediatrik.com
 4.   Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson, 2002, Patofisiologi, Jilid1, EGC, Jakarta

Sabtu, 14 Januari 2012

Gangguan Akibat Kekurangan Yodium

 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Masalah kekurangan konsumsi pangan bukanlah hal baru, namun masalah ini tetap aktual  terutama di negara-negara berkembang  seperti halnya Indonesia.Kehidupan manusia tak dapat dipisahkan dari masalah kekurangan konsumsi pangan , sehingga kita sering menemukan ketidak mampuan masyarakat dalam hal pengelolaan makanan yang baik sesuai dengan standar gizi kesehatan.
Salah satu upaya yang mempunyai dampak cukup penting terhadap peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) adalah peningkatan status gizi yang merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup dan produktivitas kerja.
Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) khususnya Gondok telah lama dikenal di Indonesia.Hal ini terlihat dari adanya patung-patung tokoh pewayangan yang ditampilkan dengan leher yang membesar karena Gondok.Tidak hanya dalam pewayangan dalam kehidupan nyatapun di beberapa daerah dengan mudah dapat di jumpai penderita Gondok.
GAKY merupakan salah satu permasahan gizi yang sangat serius, karena dapat menyebabkan berbagai penyakit yang mengganggu kesehatan antara lain ; Gondok, Kretenisme, Reterdasi Mental dll.
Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa pengaruh/dampak GAKY begitu luas, sejak masih dalam kandungan, setelah lahir sampai dewasa. Yang sangat menghawatirkan  akibatnya pada susunan syaraf pusat, karena akan bepengaruh pada kecerdasan dan perkembangan sosial masyarakat dikemudian hari    

1.2.  Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh dampak kekurangan Yodium terhadap tumbuh kembang anak..




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Gizi adalah zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang mempunyai nilai sangat penting untuk dikonsumsi oleh tubuh.
Garam Beryodium adalah suatu garam yang telah diperkaya dengan KIO3 (Kalium Iodat) sebanyak 30-8- ppm
GAKY merupakan suatu masalah gizi yang disebabkan karena kekurangan Yodium, akibat kekurangan Yodium  ini dapat menimbulkan penyakit slah satu yang sering kita kenal dan ditemui dimasyarakat adalah Gondok.

2.2.Gejala
Gejala yang sering tampak sesuai dengan dampak yang ditimbulkan , seperti
-         Reterdasi mental
-         Gangguan pendengaran
-         Gangguan bicara
-         Hipertiroid (Pembesaran Kelenjar Tiroid/Gondok)
-         Kretinisme biasanya pada anak-anak

2.3.Klasifikasi
1.      Grade 0 : Normal
Dengan inspeksi tidak terlihat, baik datar maupun tengadah maksimal, dan dengan palpasi tidak teraba.
2.      Grade IA
Kelenjar Gondok tidak terlihat, baik datar maupun penderita tengadah maksimal, dan palpasi teraba lebih besar dari ruas terakhir ibu jari penderita.
3.      Grade IB
Kelenjar Gondok dengan inspeksi datar tidak terlihat, tetapi terlihat dengan tengadah maksimal dan dengan palpasi teraba lebih besar dari Grade IA.
4.      Grade II
Kelenjar Gondok dengan inspeksi terlihat dalam posisi datar dan dengan palpasi teraba lebih besar dari Grade IB.
5.      Grade III
Kelenjar Gondok cukup besar, dapat terlihat pada jarak 6 meter atau lebih.
2.4.Macam-macam Gangguan Akibat GAKY
1.      Pada Fetus
-         Abortus
-         Steel Birth
-         Kelainan Kematian Perinatal
-         Kretin Neuroligi
-         Kretin Myxedematosa
-         Defek Psikomotor
2.      Pada Neonatal
-         Hipotiroid
-         Gondok Neonatal
3.      Pada  Anak dan Remaja
-         Juvenile Hipothyroidesm
-         Gondok Gangguan Fungsi Mental
-         Gangguan Perkembangan Fisik
-          Kretin Myxedematosa dan Neurologi
4.      Pada Dewasa
-         Gondok dan segala Komplikasinya
-         Hipotiroid
-         Gangguan Fungsi Mental
2.5.Dosis Pemberian Kapsul Yodium
1.      Anak SD (daerah endemik berat) : 1 kapsul/tahun
2.      Daerah endemik sedang dan berat :
- Wanita Usia Subur Wus            : 2 Kapsul/tahun @ 200 mg
-  Ibu hamil                                 : 1 Kapsul /tahun
-  Ibu Menuyusui             : 1 Kapsul selama menyusui
                Mengingat dalam garam beryodium terdapat unsure natriun, maka konsumsi garam beryodium harus dibatasi.Kelebihan mengkonsumsi natrium dapat memicu timbulnya Stroke yaitu pecahnya pembuluh darah pada otak yang dapat  menyebabkan kematian.             
2.6.Kebutuhan Yodium
1.      Dewasa 150 mikrogram/hari
2.      Ibu hamil 175 mikrogram/hari
3.      Ibu menyusui 200 mikrogram/hari

BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Dampak GAKY
3.1.1. Terhadap Pertumbuhan
-         Pertumbuhan yang tidak normal.
-         Pada keadaan yang parah terjadi kretinisme
-         Keterlambatan perkembangan jiwa dan kecerdasan
-         Tingkat kecerdasan yang rendah
-         Mulut menganga dan lidah tampak dari luar

3.1.2. Kelangsungan Hidup
         Waniata hamil didaerah Endemik GAKY akan mengalami berbagai         gangguan kehamilan antara lain :
-         Abortus
-         Bayi Lahir mati
-         Hipothryroid pada Neonatal

3.1.3. Perkembangan Itelegensia
-         Setiap penderita Gondok akan mengalami defisit IQ Point sebesar 5 Point dibawah normal
-         Setiap Penderita Kretinisme akan mengalami defisit sebesar 50 Point dibawah normal.
Terjadinya defisit IQ Point pada gilirannya akan berdampak pada program wajib belajar 9 tahun, karena banyak anak usia sekolah yang tidak dapat mengikuti pelajaran dan mengalami drop out.
3.1.4. Pertumbuhan Sosial
Dampak social yang ditimbulkan oleh GAKY berupa terjadinya gangguan perkembangan mental, lamban berpikir, kurang bergairah sehingga orang semacam ini sulit dididik dan di motivasi.
3.1.5. Perkembangan Eokonomi
Gaky akan mengalami gangguan metabolisme sehingga badannya akan merasa dingin dan lesu sehingga akan berakibatnya rendahnya produktivitas kerja, yang akan mempengaruhi hasil pendapatan keluarga.
3.2. Permasalahan
1.      Masih rendahnya kesadaran mayrakat untuk menggunkan garam beryodium
2.      Masih rendahnya pengetahuan masyarakat akan mamfaat garam beryodium
3.      Garam Non Yodium masih banyak beredar ditengah masyarakat.
4.      Adanya perbedaan harga yang relatif besar antara garam yang beryodium dengan garam non yodium.
5.      Pengawasan mutu garam yodium belum dilaksanakan secara menyeluruh dan terus menerus serta belum adanya sangsi tegas bagi produksi garam non yodium.
6.      Pendistribusian garam beryidium masih belum merata terutama untuk daerah-daerah terpencil.  
3.3. Pemecahan Masalah
1.      Peningkatan penyulahan tentang mamfaat garam beryodium di masyarakat.
2.      Adanya pengawasan mutu terhadap produksi garam beryodium oleh instansi terkait.
3.      Meningkatkan kerjasama lintas sektoral tentang perlunya penggunaan garam beryodium dalam rumah tangga.
4.      Pemberitahuan kepada masyarakat oleh petugas kesehatan tentang cara pengolahan makanan yang mengandung yodium.
5.      Pendristribusian garam-garam beryodium ke daerah terpencil secara merata  oleh instansi terkait dalam hal ini dinas perindustrian.
6.      Melakukan pelacakan kasus dan survey desa bermasalah secara cepat jika ditemukan kasus Gondok.
3.4. Penanggulangan
1.      Memberikan kapsul Yodium bagi ibu hamil terutama daerah endemik gondok.
2.      Penyuluhan tentang Yodium secara kontinue.
3.      Kerjasama Lintas sektoral tentang pembagian garam yodium secara gratis di daerah endmik gondok.
4.      Peningkatan konsumsi bahan pangan yang mengandung yodium seperti sayuran dan ikan laut.
5.      Cek up secara teratur bagi penderita gondok jika mempunyai per masalahan dengan pembesaran kelenjar tiroid.
6.      Pemberian suntikan larutan minyak beryodium kepada penderita kekurangan yodium.
Jangan nggak di baca y,ini pengetahuan bagi qt loch , , ,
he he he

download

Rabu, 11 Januari 2012

Ulkus Dekubitus

Ulkus dekubitus adalah suatu kerusakan jaringan  setempat yang disebabkan oleh iskemia pada kulit akibat tekanan dari luar yang berlebihan.Umumnya terjadi pada penderita penyakit kronik yang berbaring lama.Ulkus dekubitus sering disebut ischemic ulser,pressure ulser,pressure sore,bed sore.Masalah ini menjadi problem yang cukup serius baik di negara maju maupun di negara berkembang,karena mengakibatkan meningkatnya biaya perawatan dan memperlambat biaya program rehablitasi bagi penderita.
Insiden yang tepat penderita ulkus dekubitus sulit diketahui.Penyelidikan menunjukkan kira-kira 28% penderita di rumah sakit mungkin terkena.Penderita dengan trauma medula spinallis,insidensnya 25-85% dengan angka kematian 7-8%.                                                                                                                                               UlkusDekubitus.PDF.html

Selasa, 03 Januari 2012

Gizi Tepat Saat Hamil

KEBUTUHAN GIZI
* Kalori
Selama hamil, ibu membutuhkan tambahan energi/kalori untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, juga plasenta, jaringan payudara, cadangan lemak, serta untuk perubahan metabolisme yang terjadi. Di trimester II dan III, kebutuhan kalori tambahan ini berkisar 300 kalori per hari dibanding saat tidak hamil. Berdasarkan perhitungan, pada akhir kehamilan dibutuhkan sekitar 80.000 kalori lebih banyak dari kebutuhan kalori sebelum hamil.
* Protein
Kebutuhan protein bagi wanita hamil adalah sekitar 60 gram. Artinya, wanita hamil butuh protein 10-15 gram lebih tinggi dari kebutuhan wanita yang tidak hamil. Protein tersebut dibutuhkan untuk membentuk jaringan baru, maupun plasenta dan janin. Protein juga dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan dan diferensiasi sel.
* Lemak
Pertumbuhan dan perkembangan janin selama dalam kandungan membutuhkan lemak sebagai sumber kalori utama. Lemak merupakan sumber tenaga yang vital dan untuk pertumbuhan jaringan plasenta. Pada kehamilan yang normal, kadar lemak dalam aliran darah akan meningkat pada akhir trimester III. Tubuh wanita hamil juga menyimpan lemak yang akan mendukung persiapannya untuk menyusui setelah bayi lahir.
* Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber utama untuk tambahan kalori yang dibutuhkan selama kehamilan. Pertumbuhan dan perkembangan janin selama dalam kandungan membutuhkan karbohidrat sebagai sumber kalori utama. Pilihan yang dianjurkan adalah karbohidrat kompleks seperti roti, serealia, nasi dan pasta. Selain mengandung vitamin dan mineral, karbohidrat kompleks juga meningkatkan asupan serat yang dianjurkan selama hamil untuk mencegah terjadinya konstipasi atau sulit buang air besar dan wasir.
* Vitamin dan mineral
Wanita hamil juga membutuhkan lebih banyak vitamin dan mineral dibanding sebelum hamil. Ini perlu untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin serta proses diferensiasi sel. Tak cuma itu. Tambahan zat gizi lain yang penting juga dibutuhkan untuk membantu proses metabolisme energi seperti vitamin B1, vitamin B2, niasin, dan asam pantotenat. Vitamin B6 dan B12 diperlukan untuk membentuk DNA dan sel-sel darah merah, sedangkan Vitamin B6 juga berperan penting dalam metabolisme asam amino.
Kebutuhan vitamin A dan C juga meningkat selama hamil. Begitu juga kebutuhan mineral, terutama magnesium dan zat besi. Magnesium dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan dari jaringan lunak. Sedangkan zat besi dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah dan sangat penting untuk pertumbuhan dan metabolisme energi, disamping untuk meminimalkan peluang terjadinya anemia. Kebutuhan zat besi menjadi dua kali lipat dibandingkan sebelum hamil.
DAMPAK KURANG GIZI
Kekurangan asupan gizi pada trimester I dikaitkan dengan tingginya kejadian bayi lahir prematur, kematian janin, dan kelainan pada sistem saraf pusat bayi. Sedangkan kekurangan energi terjadi pada trimester II
dan III dapat menghambat pertumbuhan janin atau tak berkembang sesuai usia kehamilannya. Contoh konkretnya adalah kekurangan zat besi yang terbilang paling sering dialami saat hamil. Gangguan ini membuat ibu mengalami anemia alias kekurangan sel darah merah. Kekurangan asam folat juga dapat menyebabkan anemia, selain kelainan bawaan pada bayi, dan keguguran.
Padahal, tak sulit memperoleh tambahan zat besi dan asam folat ini. Selain dari suplemen, juga dari bahan makanan yang disantapnya. Namun ibu hamil tak dianjurkan mengonsumsi suplemen multivitamin karena kelebihan vitamin A dan D dosis tinggi dalam tubuh justru dapat menimbulkan penumpukan yang berefek negatif. Suplemen dalam bentuk jejamuan juga tidak dianjurkan jika kebersihan dan keamanan bahannya tidak terjamin.
ANJURAN KHUSUS
Ibu hamil sebaiknya mengonsumsi sedikitnya dua gelas susu sehari atau kalau tidak, santaplah hasil produksi ternak lainnya. Ingat, keanekaragaman bahan makanan merupakan kunci dari menu makanan bergizi seimbang. Kebutuhan kalori mudah didapat dari tambahan porsi biji-bijian, sayuran, buah dan susu rendah lemak. Jika ibu baru mengonsumsi menu bergizi setelah beberapa minggu kehamilan, diharapkan keterlambatannya tidak melampui masa trimester II yang merupakan masa pertumbuhan janin terbesar.
Bagi ibu hamil sebenarnya tidak ada makanan yang benar-benar harus dihindari, kecuali alkohol. Namun bila ibu mengalami keluhan mual-muntah, maka ia tidak dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang dapat merangsang keluhan mual-muntahnya. Contohnya adalah durian. Jika tidak ada keluhan, buah ini boleh dikonsumsi selama hamil asalkan jumlahnya wajar, yaitu sekitar 35 gram dalam sehari.
Olahan apa pun seperti makanan yang dibakar boleh saja disantap asalkan benar-benar matang dan tidak dikonsumsi bagian gosongnya. Selanjutnya, apabila ibu hamil telah mengonsumsi menu makanan sesuai anjuran, maka camilan tanpa kalori boleh-boleh saja dikonsumsi seperti agar-agar, gelatin dan sejenisnya.
Selain alkohol, kopi juga tidak dianjurkan diminum selama hamil karena kurang mengandung zat gizi dan kemungkinan memberikan efek negatif walau hal ini masih diperdebatkan. Merokok aktif maupun pasif juga harus dihentikan karena berkaitan dengan tingginya risiko keguguran, bayi lahir meninggal, lahir prematur, ataupun lahir dengan berat badan rendah (kurang dari 2.500 gram).
PANTAU KENAIKAN BERAT BADAN
Pada trimester I biasanya ibu hamil akan mengalami penyesuaian terhadap perubahan fungsional dalam tubuhnya akibat proses kehamilan. Di antaranya keluhan mual-muntah dan rasa tidak nyaman lainnya. Dengan demikian, asupan makanan selama trimester ini belum dapat menaikkan BB ibu hamil. Normalnya, pada trimester I berat badan diharapkan naik kurang dari 2 kilogram. Sedangkan pada trimester II dan III sebaiknya kenaikan BB kurang dari 1/2 kg setiap minggunya.
Ibu hamil yang tergolong kurus sebelum hamil, diharapkan bisa mencapai kenaikan BB sebanyak 12,5­18 kg pada akhir kehamilan. Sedangkan untuk mereka yang tidak kurus dan tidak gemuk alias memiliki berat badan ideal diharapkan mencapai kenaikan BB sebesar 11,5­16 kg di akhir kehamilannya. Sedangkan mereka yang kelebihan BB saat sebelum hamil diharapkan kenaikan BB-nya hanya 7­,115 kg pada akhir kehamilannya. Sementara wanita hamil yang kegemukan sebelum hamil, kenaikan BB dianjurkan sebatas 6 kg atau lebih sedikit pada akhir kehamilannya. Agar kenaikan berat badan terjaga, tentu saja ibu perlu secara berkala dan rutin menimbang badan bersamaan dengan pemeriksaan kehamilan.